pixabay.com |
Dalam satu hasil riset yang diedarkan di jurnal PLOS ONE pada 4 september 2019, beberapa periset temukan jika mencukur rambut kemaluan mungkin tidak tingkatkan efek terserang IMS. Dalam penelitiannya, beberapa periset menganalisa info dari 200 mahasiswi yang jalani tes IMS untuk penyakit klamidia serta gonore, dua penyakit kelamin paling umum di Amerika Serikat. Beberapa peserta disuruh menjawab pertanyaan "mengenai praktik perawatan rambut kemaluan".
Mereka dipandang “groomer ekstrem” bila lakukan pencukuran rambut kemaluan paling tidak tiap minggu sepanjang satu tahun paling akhir, atau lebih dari enam kali dalam 30 hari paling akhir.Sebagian besar peserta memberikan laporan sudah menjaga serta mencukur rambut kemaluan mereka dengan memakai pisau pangkas. Lebih dari 50 % memberikan laporan sudah hilangkan semua rambut kemaluan paling tidak tiap minggu. Lalu 18 % memberikan laporan hilangkan semua rambut kemaluan paling tidak enam kali dalam satu bulan paling akhir.
Hasilnya, seputar 10 % dari peserta tes positif alami klamidia atau gonore. Tetapi, peserta yang rajin mencukur rambut kemaluannya tidak didiagnosis dengan klamidia atau gonore daripada mereka yang benar-benar tidak mencukur kemaluannya.
Sedang dalam riset sebelumnya yang dikerjakan oleh beberapa periset dari University of California di akhir 2016, mereka memberikan laporan jika ada lebih dari 7.500 orang yang terjangkit IMS jadi akibatnya karena mencukur rambut kemaluan.
Riset yang diterbitkan dalam jurnal Sexually Transmitted Infections ini dengan detil menerangkan jika orang yang hilangkan rambut kemaluannya, 80 % lebih berkesempatan tertular IMS daripada mereka yang belum pernah mencukur rambut kemaluan.
Tetapi, waktu itu beberapa periset memperingatkan, jika penelitiannya bisa jadi tidak tepat. Terutamanya dalam menunjukkan jalinan mencukur rambut kemaluan dengan cara langsung bertanggungjawab atas penambahan efek penyakit menyebar seksual.Dengan gawat, riset itu serta tidak mempertimbangkan sebegitu seringkali beberapa simpatisan terjebak dalam kegiatan seksual. Bisa saja, mereka yang lakukan perawatan berlebihan nyatanya seringkali lakukan hubungan seks. Oleh penyebabnya lebih beresiko besar tertular IMS.
Walau riset baru ini berusaha melakukan perbaikan hasil analisa dari University of California, lebih mempertimbangkan sebegitu seringkali simpatisan lakukan hubungan seks, tetapi riset paling baru masih mempunyai terbatasnya.
Beberapa simpatisan hanya sebagian kecil wanita, yang terserang IMS, serta semua datang dari satu kampus di Midwest. Hingga hasilnya tidak jelas. Apa bisa berlaku untuk pria atau populasi yang lain?
Jadi, bisa kita simpulkan berita baiknya, sampai sekarang masih belumlah ada riset tepat yang menunjukkan jalinan di antara waxing dengan IMS. Selain itu, menurut Centers for Disease Control and Prevention (CDC) di Amerika Serikat, satu orang bisa kurangi efek IMS dengan memakai kondom dengan berkelanjutan serta benar sepanjang kegiatan seksual, kurangi jumlahnya pasangan seksual serta ada dalam jalinan monogami.
Untuk menghadapi IMS, bukan hilangkan bulu kemaluan yang perlu di kuatirkan, sebab kita harus lebih konsentrasi akan rutinitas aksi seksual.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar